Periode sejarah pendidikan dapat dilihat dari sejarah Indonesia itu sendiri. Sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era:
- Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan yang terutama mengandalkan perdagangan;
- Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda, Portugis, dan Spanyol) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20;
- Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966);
- Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta
- Orde Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
A. Pendidikan Hindu-Budha
Sistem pendidikan semenjak periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia sepenuhnya sudah bermuatan keagamaan. Pelaksanaan pendidikan keagamaan Hindu-Budha berada di padepokan-padepokan. Ajaran Hindu-Budha ini memberikan corak praktik pendidikan di zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kerajaan Kutai (Pulau Kalimantan), Kerajaan Tarumanegara hingga Majapahit (Pulau Jawa), Kerajaan Sriwijaya (Pulau Bali dan Sumatera). Kaum Brahmana pada masa Hindu-Budha merupakan kaum yang menyelenggarakan pendidikan dan pelajaran. Maka perlu diketahui bahwa sistem kasta yang diterapkan di Indonesia tidak terlalu keras seperti sistem kasta yang ada di India. Adapun beberapa materi-materi yang dipelajari ketika pendidikan keagamaan Hindu-Budha berlangsung, yaitu teologi (ilmu agama), bahasa dan sastra (ilmu kecakapan), ilmu-ilmu kemasyarakatan (ilmu sosial), ilmu-ilmu eksakta (ilmu perbintangan), ilmu pasti yaitu (perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa), dsb.
Pada periode akhir berkembangnya pendidikan Keagamaan
Hindu-Budha, pola pendidikan dilakukan oleh para guru pengajar di
padepokan-padepokan tidak lagi bersifat kolosal dalam kompleks, dengan jumlah
murid relatif terbatas dan bobot materi pembelajaran yang bersifat religius dan
spiritual. Selain belajar untuk menuntut ilmu, para murid di padepokan ini juga
harus bekerja demi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari mereka. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pada masa pendidikan keagamaan Hindu-Budha pengelola
pendidikan adalah kaum Brahmana, bersifat tidak formal, dapat mengundang guru
untuk datang ke istana, dan pendidikan kejuruan dilakukan secara turun-temurun
melalui jalur kastanya masing-masing.
B. Pendidikan Islam
Saudagar asal Gujarat pada abad ke-13 menjadi salah satu ciri-ciri dari mulainya pendidikan berlandaskan ajaran Islam di Indonesia. Mula-mula kehadiran mereka terjalin melalui hubungan teratur dengan para pedaganag asal pulau Sumatra dan Jawa. Kemudian, para saudagar yang beragama Islam asal Gujarat itu di Indonesia menjadi penyebar agama Islam. Ajaran agama Islam awal berkembang di kawasan pantai pesisir, sementara ajaran agama Hindu masih kuta di kawasan pedalaman. Kerajaan Samudra-Pasai (1297) di Indonesia menjadi kerajaan Islam pertama lebih tepatnya Aceh. Jauh sebelum Kerajaan Samudra-Pasai berdiri pengaruh ajaran Islam sudah masuk terlebih daulu ke Indonesia. Terbukti dengan adanya batu nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476 H (1082 M) di Leran, dekat Gresik Jawa Timur (di kutip dari laman https://www.kompasiana.com di akses pada tanggal 29 November 2019, pukul 0951 WIB). Pada masa pra-kolonial pendidikan agama Islam berbentuk pendidikan di pesantren, pendidikan di musola/langgar dan pendidikan di madrasah. Pertama, Pendidikan di musola/langgar dilaksanakan secara sederhana dengan binaan guru mengaji yang memiliki status dibawah kyai, materi yang diajarkan membaca Al-Qur’an dan Fiqih Dasar. Kedua, Pendidikan di pesantren memiliki sistem pendidikan pemondokan sederhana, materi pembelajaran bersifat khusus (keagamaan), penghormatan tertinggi kepada guru, tidak ada gaji untuk guru karena memotivasi santri semata-mata karena Allah SWT., dan santri datang untuk menuntut ilmu secara suka rela. Ketiga, pendidikan di madrasah memiliki sistem pendidikan yang mengajarkan agama dan ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak), dan ilmu pengobatan. Ketiga sistem pendidikan Islam ini tetap bertahan sejak datangnya kolonial Belanda hingga saat ini.
c. Pendidikan Katholik dan Kristen Prostestan
Pendidikan Katholik bermula dari
abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai Malaka. Portugis
memiliki usaha mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, dikarenakan saat
itu harga rempah-rempah sangat mahal. Portugis bersama misionaris Katholik-Roma
berperan ganda sebagai penasehat spiritual, menempuh perjalanan jauh disertai
menyebar agama agama yang diyakini pada setiap tempat yang di datanginya.
Segera setelah Portugis dan Katholik-Roma menduduki suatu pulau, menjadikan
penduduk setempat sebagai pemeluk Katholik-Roma merupakan usaha utama yang
mereka lakukan. Kemudian, untuk mendidik anak-anak setempat didirikanlah acara
seminar-seminar. Namun, hanya sekitar setengah abad (500 tahun) kekuasaan
Portugis itu bertahan dan tidak berlangsung lama karena diusir oleh Spanyol.
Kemudian sistem pendidikan bercorak agama Kristen-Protestan tersebar di bawah
pengaruh bangsa Belanda di Indonesia.
d. Pendidikan pada Masa
Portugis
Indonesia mengalami perkembangan
dari aspek ekonomi yaitu perdagangan pada abad ke-16. Saat itu datanglah
Portugis disusul dengan bangsa Spanyol datang ke Indonesia untuk berdagang dan
menyebarkan Agama Nasrani (Khatolik). Portugis datang ke Indonesia bersama
dengan missionaris salah satu namanya ialah Franciscus Xaverius. Dalam
penyebaran agama Nasrani (Katholik), menurut Franciscus Xaverius sangat diperlukan
untuk mendirikan sekolah-sekolah (seminarie). Pada tahun 1536 telah berdiri
sebuah seminarie di Ternate yang menjadi sekolah agama anak-anak orang
terkemuka. Pelajaran yang dierikan di sekolah Nasrani (Katholik) ini ada
beberapa diantaranya pelajaran agama, membaca, menulis dan berhitung. Kabupaten
Solor, Flores Timur juga mendirikan semacam seminarie dan mempunyai kurang
lebih 50 orang murid yang juga mengajarkan bahasa Latin. Tujuh kampung di Ambon
penduduknya sudah beragama Katholik pada tahun 1546, di kampung ini ternyata
juga menyelenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Pengajaran ini sering
menimbulkan pemberontakan sehingga akhir abad ke-16 musnahlah kekuatan Portugis
di Indonesia. Ini menandakan hilang juga missi Katholik di Maluku. Hilangnya tenaga
missi itu menjadi salah satu akibat dari jatuhnya Negara sehingga usaha-usaha
pendidikan terpaksa harus diberhentikan.
e. Pendidikan pada Masa Belanda
Belanda datang ke Pulau Jawa
Indonesia untuk berdagang dan menciptakan kekuasaan baru setelah berakhirnya
kekuasaan Portugis pada akhir abad ke-16. Belanda yang bergabung dalam badan
perdangan VOC, menganggap bahwa agama Katholik yang disebarkan oleh Portugis
perlu digantikan dengan agama Protestan yang dianutnya. Dengan itulah
sekolah-sekolah keagamaan didirikan terutama di daerah yang dulunya telah
terpengaruh agama Nasrani (Katholik) oleh Portugis dan Spanyol. Sekolah pertama
di Ambon didirikan oleh VOC pada tahun 1607. Pembelajaran yang diberikan yaitu
membaca, menulis dan sembahyang. Guru pendidik berasal dari Belanda dan
mendapat upah. Salah satu alasan tidak ada susunan persekolahan dan gereja di
Pulau Jawa karena Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Pada tahun 1617
sekolah pertama didirikan di Jakarta, lima tahun kemudia pada 1622 sekolah itu
mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Sekolah ini memiliki tujuan
untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap sehingga dapat dipekerjakan
di administrasi dan gereja pada pemerintahan. Bahasa Belanda menjadi bahasa
pengantar hingga tahun 1786. Pendidikan kejuruan mulai muncul sejak abad ke-19
dan pada abad ke-20 muncul golongan baru yaitu golongan cerdik, pandai yang
mendapat pendidikan Barat, namun golongan ini tidak mendapat tempat dan
perlakuan wajar dalam masyarakat kolonial. Partai yang timbul sesudah tahun
1908 ada yang berdasarkan Sarekat Islam, berdasarkan sosial seperti
Muhamadiyah, ada pula berdasarkan asas kebangsaan seperti Indische Partij.
Indische Partij merupakan pergerakan yang pertama kali merumuskan semboyan
Indie los van Nederland yang berarti “Indonesia Merdeka” dan diambil alih oleh
PNI (1928).
Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia Belanda (cikal bakal Indonesia), meskipun terbatas bagi kalangan tertentu yang terbatas. Sistem yang mereka perkenalkan secara kasar sama saja dengan struktur yang ada sekarang, dengan tingkatan sebagai berikut:
- Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar bagi orang Eropa
- Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar bagi pribumi
- Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama
- Algemeene Middelbare School (AMS), sekolah menengah atas
Sejak tahun 1930-an, Belanda memperkenalkan pendidikan formal terbatas bagi hampir semua provinsi di Hindia Belanda.
f. Pendidikan pada Masa Jepang
Jepang merupakan salah satu
negara penjajah Indonesia yang berlangsung lumayan pendek (17 Maret 1942–17
Agustus 1945). Jepang menguasai Indonesia dimana perang, segala usaha Jepang di
tunjuukan hanya untuk perang. Murid-murid bergotong-royong mengumpulkan batu,
kerikil, dan pasir untuk pertahanan, halaman seolah ditanami umbi-umbian dan
sayur untuk bahan pangan, menanam pohon jarak untuk menambah pasokan minyak
demi kepentingan perang. Runtuhnya pengaruh kolonial Belanda diikuti dengan
tumbangnya sistem pendidikannya pula. Banyak orang Belanda diinternir oleh
pemerintah militer Jepang sehingga banyak sekolah-sekolah untuk anak Belanda
dan Indonesia kalangan atas lenyap. Hanya susunan sekolah untuk anak-anak
Indonesia saja yang tertinggal. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun,
Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS masing-masing 7 tahun, Schakel School
5 tahun, dan MULO dihapus semua. Pendidikan Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) 6
tahun, Sekolah Menengah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) 3 tahun
yang ada di Indonesia sejak masa Jepang dan masih banyak lagi sekolah kejuruan
(sekolah guru), yaitu sekolah untuk mempersipkan tenaga pendidik dalam jumlah
yang besar demi memompa dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.
g. Pendidikan pada Masa Kemerdekaan
Tokoh pendidik yang berjasa pada
masa kolonial Belanda seperti Ki Hajar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr.
Suwandi yang mengganti ejaan Bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van
Phuysen. Dari beberapa tokoh di atas, pemerintahan Indonesia telah berupaya
untuk mengangkat tokoh yang berjasa dalam pendidikan Indonesia dimasa kolonial
ini pada awal pendidikan masa kemerdekaan. Pengangkatan Menteri PP dan K. Prof.
Dr. Priyono dari partai Kiri Murba menjadi tanda pengaruh masuknya ideologi
kiri di dunia pendidikan.
h. Pendidikan pada Masa Orde Baru
Usaha pembangunan terencana dalam
Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya telah dilancarkan oleh
pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknorat dalam pucuk pimpinan
pemerintahan. Rencana pendidikan dalam Pelita I ini dapat dikembangkan menurut satu
rencana dan menyesuaikan keuangan Negara. Harga minyak tanah yang melonjak naik
pada masa orde baru ini berakibat pada keuangan Negara yang membengkak. Hal ini
menjadi penyebab di dirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat
guru-guru dan mencetak buku pelajaran. Hasil dari Pelita I dalam bidang
pendidikan yaitu telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Enam puluh tiga
koma lima juta buku SD kelas I telah dibagikan, 6000 gedung SD dibangun, 57.740
orang guru terutama guru SD diangkat, serta 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu
di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang telah dibangun.
i. Pendidikan pada Masa Reformasi
Kurikulum 1994 digunakan pada
masa pemerintahan Habibie telah mengalami penyempurnaan pada masa pemerintahan
Gus Dur. Pendidikan pada masa pemerintahan Megawati mengalami perubahan
tatanan, antara lain:
Diubahnya Kurikulum 1994 ke
Kurikulum 2000 menjadi Kurikulum 2002 setelah disempurnakan (Kurikulum Berbasis
Kompetensi), yaitu kurikulum dalam orientasinya dalam pendidikan fokus pada 3
aspek utama yang dikembangkan, antara lain aspek afektif, kognitif, dan
psikomotorik.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disahkan pada 8 Juli 2003 yang memberikan dasar
hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjujung HAM (dikutip dari laman
https://kompasiana.com pada tanggal 29 November 2019, pukul 10.03 WIB)
Setelah jabatan Megawati turun
dan digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih berlaku
ditambah dengan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Setelah penetapan UU
tersebut disusul dengan pergantian Kurikulum KBK menjadi KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) berdasarkan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (di kutip dari www.gurupendidikan.co.id di akses
pada tanggal 29 November 2019, pukul 19.17 WIB). KTSP merupakan kurikulum
operasional yang dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus.
-----------
Jenis kurikulum di Indonesia
- Rencana Pelajaran 1947
- Rencana Pelajaran Terurai 1952
- Rencana Pendidikan 1964
- Kurikulum 1968
- Kurikulum 1975
- Kurikulum 1984
- Kurikulum 1994
- Kurikulum 2004 (KBK)
- Kurikulum 2006 (KTSP)
- Kurikulum 2013
- Kurikulum 2013 Revisi
Sumber :
https://id.wikipedia.org/
http://formadiksi.um.ac.id/sejarah-pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa-membentuk-karakter-pribadi-pribumi-bangsa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar